Minggu, 23 Maret 2014

Mendeskripsikan Tentang ( Kembalikan Indonesiaku ke Indonesia, Pahlawan Nasional Indonesia, Tokoh Wayang Indonesia, dan Bunga Lambang Provinsi).


Nama : Otong Irwan
            NPM : 25412613
                        KLS : 2IC01


KEMBALIKAN INDONESIAKU!
Otong Irwan | Senin, 24 maret 2014 - 08:30:25 WIB
Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan.

Bangsa Indonesia akan memperingati hari kemerdekaannya yang ke-67. Dalam kesempatan bersejarah ini, perlu bagi kita untuk merenung dan  menilai secara jujur sudah sampai manakah pencapaian kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara?

Pertanyaan lainnya adalah, apakah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini sudah mampu melaksanakan tujuan pembentukan negara seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa kita? Apakah segenap rakyat Indonesia sudah merasakan manfaat dari penyerahan kebebasan mereka untuk diatur negara ini dan merasakan keadaan yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karta raharja?

Pasti ada sisi terang, walaupun tidak kurang sisi kelam yang membayangi perjalanan hidup Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia yang demokratis, Indonesia sudah menjadi anggota G-20. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sudah hampir mencapai satu triliun dolar AS. Rasio utang Indonesia terhadap PDB sebesar 25 persen, cadangan devisa 114, 502 miliar dolar AS dan defisit publik kurang dari 2 persen terhadap PDB menunjukkan kekuatan dan stabilitas ekonomi Indonesia pada 2011.

Selama tujuh tahun terakhir, angka kemiskinan di Indonesia terus menurun dari 36,1 juta orang atau 16,66 persen dari total penduduk pada Februari 2004 menjadi 29,9 juta orang atau 12,36 persen dari total penduduk pada September 2011. Pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir selalu berkisar di atas 6 persen. Kondisi ekonomi makro yang stabil dan sehat, tetapi apakah segala keberhasilan yang dicapai benar-benar sudah memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat?

Nyatanya, kita masih merasakan bayang-bayang gelap yang menghantui. Rasanya kita belum benar-benar eksis sebagai sebuah negara yang berdaulat. Masih banyak persoalan kebangsaan yang harus kita tangani secara komprehensif dengan semangat kebersamaan bila kita tidak ingin menjadi negara gagal seperti hasil penelitian organisasi nirlaba Foreign Policy and Fund for Peace. Indonesia berada di nomor urut 63, lebih buruk dari 2011 yang berada di urutan 64. Daripada berdebat tentang apakah Indonesia memang negara gagal, mari kita jadikan Failed States Index (FSI) tersebut sebagai pemicu untuk mengoreksi kekeliruan.


Demokrasi Bukan Tujuan

Rasanya, kekeliruan kita yang utama adalah menempatkan demokrasi sebagai tujuan, padahal itu hanya cara untuk mengejar cita-cita nasional. Akibatnya, politik kita jadikan panglima. Masih pula perlu kita pertanyakan kesesuaian sistem kenegaraan kita saat ini dengan falsafah Pancasila. Rasanya Pancasila sudah kita lupakan dan buang jauh-jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bagaimana tidak, setelah empat kali perubahan Undang-Undang Dasar 1945, kita justru menafikan golongan minoritas. Bila dahulu MPR masih menampung aspirasi kelompok minoritas dalam bentuk utusan golongan, sekarang hanya ada perwakilan rakyat yang dipilih mewakili partai dan mewakili daerah. Dikhawatirkan terjadi tirani mayoritas, hilangnya hak kaum minoritas.

Dalam aspek ekonomi, kita pertanyakan kedaulatan kita sebagai bangsa. Kita sudah melenceng dari amanat  BAB XIV Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur bahwa: perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenyataannya justru banyak aset ekonomi dan strategik kita yang dikuasai asing semisal telekomunikasi, perbankan, pertambangan dan energi. Dalam hal pangan pun kita belum mampu berswasembada apalagi berdaulat.

Tengoklah di sektor perbankan, misalnya, penguasaan aset perbankan nasional oleh bank milik negara dan swasta nasional kian menyusut, digantikan penguasaan aset oleh bank milik asing yang meningkat tajam dan mendominasi. Kepemilikan asing di bank-bank tumbuh menjadi 21 persen di 2011. Aset bank swasta nasional yang dimiliki lokal terus merosot dari 42 persen di 1998 ke-22 persen pada 2011, sedangkan aset bank BUMN terus tergerus dari 44 persen pada 1998 menjadi 35 persen di 2011. Apabila ditotal dengan kantor cabang bank asing dan bank campuran, maka total pangsa pasar bank milik asing di Indonesia sudah mencapai 34 persen (Koran Jakarta, 26 Juli 2012).

Mari kita menyimak ayat 4 Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Tapi apa kenyataannya?

Kita justru melihat tingkat kesenjangan yang semakin tinggi. Data Rasio Gini yang merupakan ukuran ketimpangan pendapatan Indonesia mencapai 0,41 pada 2011, memburuk dari 0,38 pada 2010. Konglomerasi semakin merajalela, ketimpangan antardaerah, antarwilayah, dan antargolongan cenderung meningkat.

Sesungguhnya, tak satu pun amanat konstitusi kita yang mewajibkan untuk menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, tetapi mengutamakan pemerataan dan keadilan. Bukankah perintah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” harus diartikan sebagai kebersamaan, bukan untuk segolongan masyarakat?

Wajib Tegakkan Keadilan

Dalam aspek politik kita melihat demokrasi dengan sistem pemilihan yang bebas dinodai oleh politik transaksional. Kondisi ini mengakibatkan pemimpin yang terpilih belum tentu adalah putra terbaik bangsa, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin saat ini banyak diragukan. Mereka melihat betapa banyak pejabat publik menjadi tersangka, terdakwa, bahkan terhukum dalam kasus korupsi dan penyuapan. Harus ada rekonstruksi politik yang lebih baik untuk lebih menjamin proses pemilihan yang melahirkan pemimpin yang terbaik.

Dalam suratnya kepada Bishop Mandell Creighton, 1887, Lord Acton menuliskan “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Dengan demikian, kuncinya adalah transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang kuat. Namun apa lacur, penegak hukum belum memenuhi harapan. Ingat kasus rekening gendut para petinggi Polri dan transfer uang yang mencurigakan seperti dilaporkan PPATK? Kasus-kasus besar seperti Bank Century dan Hambalang dikhawatirkan lenyap begitu saja.

Kita juga perlu mempertimbangkan untuk meredefinisi ulang politik luar negeri kita agar lebih efektif dalam memperjuangkan dan menjaga kepentingan nasional. Bukankah seharusnya kebijakan politik luar negeri semata-mata ditujukan untuk pencapaian kepentingan bangsa? Kalau demikian, mengapa pilar utama politik luar negeri kita lebih didasarkan pada kepentingan regional dan internasional, bukan kepentingan nasional?

Selama 40 tahun terakhir, ASEAN selalu menjadi sokoguru politik luar negeri Indonesia, terutama karena Indonesia adalah salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEAN. Karena itu, ASEAN seharusnya merupakan instrumen politik luar negeri Indonesia karena dianggap mampu menyelesaikan permasalahan regional, bahkan internasional.

Kenyataannya, forum-forum ASEAN tidak mampu menyelesaikan masalah antarnegara anggota, bahkan kecenderungannya adalah Indonesia banyak mengalahkan prinsip dan kepentingan nasionalnya sendiri demi keutuhan ASEAN. Ketegangan di Laut China Selatan yang kembali memanas akhir-akhir ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa ASEAN memang tidak berdaya.

Kembalikan Indonesiaku

Dalam aspek persatuan, kita masih melihat adanya gangguan separatisme di daerah. Ada pula kesenjangan antardaerah, antargolongan, serta antara pusat dan daerah. Bentrokan antargolongan masih terjadi, terutama dengan adanya kelompok-kelompok anarkis yang melakukan tindakan kekerasan dan teror terhadap masyarakat. Belum lagi peperangan antargeng dan antargolongan yang kembali merebak.

Gangguan terhadap kedaulatan wilayah kita masih terasa. Banyak intrusi yang dilakukan negara asing terhadap wilayah perairan dan perbatasan. Berkurangnya luas wilayah nasional akibat berpindahnya tapal batas wilayah kita di Kalimantan serta pelanggaran udara dan laut RI oleh pesawat udara dan kapal perang terutama kapal selam asing yang bahkan tidak pernah kita ketahui adanya, adalah contoh kurangnya kemampuan dan kekuatan laut dan udara kita dalam mengendalikan dan menjaga kedaulatan RI.

Lebih dari itu, bangsa Indonesia saat ini tercabut dari akarnya. Wawasan kebangsaan yang bersumber dari landasan Pancasila tidak lagi menjadi falsafah kehidupan. Bahkan, kita sudah tidak lagi paham landasan kebangsaan kita, yaitu kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat karena batang tubuh konstitusi kita sudah disimpangkan dari Pembukaan UUD 45 yang merupakan sumber dari segala sumber hukum.

Kontemplasi dan perenungan ini sesungguhnya bukanlah untuk menyanggah segala keberhasilan, tetapi lebih sebagai upaya untuk menyadarkan kita semua bahwa masih sangat banyak kekurangan yang perlu kita perbaiki.

Pasti bukan kebetulan 17 Agustus 2012 yang akan kita rayakan beberapa hari lagi bertepatan jatuh pada hari Jumat bulan Ramadan 1433 H, persis sama dengan 17 Agustus 1945 yang juga jatuh pada hari Jumat bulan Ramadan 1364 H. Ini menjadi peringatan kepada kita semua untuk kembali berjuang, mengembalikan keindonesiaan kita dengan memperbaiki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak. Indonesia harus kita kembalikan kepada haluannya yang benar, sesuai cita-cita pembentukannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan. Bhinneka Tunggal Ika dan Merah Putih harus kembali kita junjung tinggi dan kita kibarkan. Dengan kata lain, mari kita kembalikan Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia ke-67, hiduplah Indonesia raya.

Mendiskripsikan Pahlawan Nasional Indonesia
Kapten Pierre Tendean merupakan salah satu korban pembunuhan G30S-PKI yang juga mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi Indonesia, saat itu menjadi ajudan Jenderal AH. Nasution.

Pierre Andreas Tendean adalah seorang keturunan Menado. Di rumah A.H. Nasution beliau biasanya disapa dengan “Pierre”, bukan Tendean. Tendean sendiri adalah nama fam yang dipakainya– Tendean : Tempat berpijak. Beliau adalah putera dari DR. A.L Tendean yang berasal dari Minahasa, sedang ibunya seorang berdarah Perancis bernama Cornel ME.

Beliau lahir di Jakarta, 21 Februari 1939, dan beragama Protestan. Lulus dari SMA “B” dilanjutkan ke Akmil Jurtek AD. Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan adiknya semua wanita, sehingga sebagai satu-satunya anak lelaki dialah tumpuan harapan orang tuanya.

Sesudah Pierre tamat dari SD di Magelang, meneruskan ke SMP bagian B dan kemudian ke SMA bagian B di Semarang. Setelah tamat dari SMA orang tuanya menganjurkan agar Pierre masuk Fakultas Kedokteran. Akan tetapi Pierre telah mempunyai pilihan sendiri, ingin masuk Akademi Militer Nasional, dan bercita-cita menjadi seorang perwira ABRI.

Pierre memasuki ATEKAD Angkatan ke VI di Bandung tahun 1958.
Tahun 1959 ketika sebagai Kopral Taruna, beliau juga ikut dalam operasi Sapta Marga di Sumatera Utara. Beliau dilantik sebagai Letda Czi tahun 1962. Setelah mengalami tugas, antara lain sebagai Danton Yon Zipur 2/Dam II Bukit Barisan, dan mengikuti Pendidikan Intelijen tahun 1963 serta pernah menyusup ke Malaysia masa Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD, maka pada tahun 1965 diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution ketika pangkatnya masih Letda, kemudian naik menjadi Lettu.

Dalam jabatan sebagai Ajudan Jenderal TNI A.H. Nasution inilah Pierre Tendean gugur, ketika G 30 S/PKI berusaha untuk menculik/membunuh Jenderal TNI A.H. Nasution.

Di saat gerombolan G 30 S/PKI ingin menculik Pak Nas pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Pierre yang saat itu sedang tidur di paviliun rumah Pak Nas, segera bangun, karena mendengar kegaduhan di rumah pak Nas. Ketika ia keluar ia sudah menjinjing senjata, namun ia ditangkap oleh gerombolan penculik yaitu oleh Pratu Idris dan Jahurup. Pierre disangka sebagai Pak Nas. Kemudian dia diikat kedua tangannya dan dibawa dengan truk ke Lubang Buaya. Waktu itu gerombolan menyangka bahwa Pak Nas berhasil ditangkap hidup-hidup.

Ketika interogasi di Lubang Buaya, ternyata gerombolan G30S/PKI telah “salah tangkap”. Pierre yang dikira sebagai Pak Nas, akhirnya dieksekusi pada giliran terakhir. Ini mungkin karena beliau dianggap bukan orang yg diprioristaskan untuk dieksekusi. Sebelumnya, para perwira telah terlebih dahulu dieksekusi. Salah satu sumber fakta ini adalah dari posisi mayat PA. Tendean yg terletak paling atas di dalam Sumur Lubang Buaya, ketika proses evakuasi jenazah para Pahlawan Revolusi. Yang pertama dimasukkan adalah jenazah Brigjend Pandjaitan, kemudian Letjend. A. Yani, Mayjend. M.T. Haryono, Brigjend. Sutoyo, Mayjend. Suprapto yang diikat bersama-sama dengan Mayjend. Siswondo Parman. Terakhir adalah Jenazah Lettu P.A. Tendean.

Seluruh jenazah dianugerahkan pangkat Anumerta, yaitu gelar kenaikan pangkat satu tingkat yang diberikan kepada seseorang yang meninggal dunia akibat suatu peristiwa yang berhubungan dengan bela negara, atau mengangkat dan mengharumkan nama bangsa. Biasanya gelar ini lazim diberikan kepada seseorang dalam jabatan militer tapi tidak menutup kemungkinan diberikan juga kepada pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dalam melaksanakan tugasnya.

Maka pangkat/gelar PA. Tendean menjadi KAPTEN CZI Anumerta.
Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.



Mendeskripsikan Tokoh Wayang Indonesia
Wayang merupakan salah satu kesenian tradisional daerah Jawa, baik Jawa Timur, Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Kata “wayang” mirip dengan kata “bayang” atau bayangan. Ini berkaitan erat dengan cara pertunjukan yang menampilkan bayangan dari sosok boneka yang dimainkan. Ada yang berpendapat bahwa dengan menonton wayang, orang sebenarnya mengkaji bayangan hidup manusia yang tercermin pada lakon wayang.

Wayang di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah menggunakan bahan dari kulit, sedangkan di daerah Jawa Barat ada yang menggunakan bahan kulit, ada juga yang menggunakan bahan dari kayu. Wayang yang menggunakan bahan dari kayu dinamakan wayang golek. Ada juga wayang yang mirip sandiwara biasa, karena diperankan oleh manusia, dan dinamakan wayang orang. Wayang kulit umumnya mengambil cerita dari Mahabharata atau Ramayana. Cerita wayang dibawakan oleh seorang Dalang.



Bahasa yang digunakan sesuai dengan bahasa daerah masing-masing. Misalnya di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur pertunjukan wayang kulit menggunakan bahasa Jawa, di daerah Sunda wayang golek purwa menggunakan bahasa Sunda, atau di Cirebon wayang golek papak menggunakan bahasa Cirebon. Setiap pertunjukan wayang selalu diiringi dengan gamelan. Gamelannya pun berbeda untuk daerah Jawa Tengah/Timur dan daerah Jawa Barat/Sunda.


Mendeskripsikan Bunga Lambang Provinsi Jawa Barat
 


Provinsi jawa Barat dibentuk pertamakali tanggal 14 Agustus berdasarkan penetapan Pemerintah Hindia Belanda melalui staatblad 1924 Nomor : 378 tanggal 14 Agustus 1926, pada masa pra kemerdekaan dan pada tanggal 19 Agustus 1945 berdasarkan penetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membagi kembali Daerah Negara Republik Indonesia menjadi delapan provinsi yang salah satunya Provinsi Jawa Barat. Pembentukan Provinsi Jawa barat ini kemudian ditetapkan kembali oleh Undang-undang Nomor 11 tahun 1950. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah No 26 Tahun 2010 bahwa tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5o50’ – 7o50’ Lintang Selatan dan 104o48’ – 108o48’ Bujur Timur, dengan batas wilayah : sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah daratan seluas 3.710.061,32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 km. Daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10 – 1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. Tutupan lahan terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22,89 % dari luas wilayah Jawa Barat), sawah (20,27%), dan perkebunan (17,41%), sementara hutan primer dan hutan sekunder di Jawa Barat hanya 15,93% dari seluruh luas wilayah Jawa Barat.

Iklim di Jawa Barat yaitu tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara17,4 – 30,7°C dan kelembaban udara antara 73–84%. Data BMKG menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2008, turun hujan selama 1-26 hari setiap bulannya dengan curah hujan antara 3,6 hingga 332,8 mm.

Jawa Barat dialiri 40 sungai dengan wilayah seluas 32.075,15 km2. Jawa Barat juga memiliki 1.267waduk/situdengan potensi air permukaan lebih dari 10.000juta m3.Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, pertanian, dan air minum.Terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang aktif memanfaatkan air permukaan menjadi 625 perusahaan dari 606 perusahaan pada tahun 2007.

Secara administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota; 520 kecamatan; 5.245 desa dan 626 kelurahan.

Lambang Jawa Barat secara keseluruhan adalah sebuah perisai berbentuk bulat telur dengan hiasan pita di bagian bawahnya yang berisikan motto Jawa Barat. Kemudian di tengahnya ada gambar senjata khas dari Jawa Barat yaitu sebuah kujang.

Makna bentuk dan motif yang terdapat dalam lambang ini ialah :
  1. Bentuk bulat telur pada lambang Jawa Barat berasal dari bentuk perisai sebagai penjagaan diri.
  2. Ditengah-tengah terlihat ada sebilah kujang. Kujang ini adalah senjata suku bangsa Sunda yang merupakan penduduk asli Jawa Barat. Lima lubang pada kujang melambangkan dasar negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila.
  3. Padi satu tangkai yang terdapat di sisi sebelah kiri melambangkan bahan makanan pokok masyarakat Jawa Barat sekaligus juga melambangkan kesuburan pangan, dan jumlah padi 17 menggambarkan tanggal Proklamasi Republik Indonesia.
  4. Kapas satu tangkai yang berada di sebelah kanan melambangkan kesuburan sandang, dan 8 kuntum bunga menggambarkan bulan proklamasi Republik Indonesia.
  5. Gunung yang terdapat di bawah padi dan kapas melambangkan bahwa daerah Jawa Barat terdiri atas daerah pegunungan.
  6. Sungai dan terusan yang terdapat di bawah gunung sebelah kiri melambangkan di Jawa Barat banyak terdapat sungai dan saluran air yang sangat berguna untuk pertanian.
  7. Petak-petak yang terdapat di bawah gunung sebelah kanan melambangkan banyaknya pesawahan dan perkebunan. Masyarakat Jawa Barat umumnya hidup mengandalkan kesuburan tanahnya yang diolah menjadi lahan pertanian.
  8. Dam atau bendungan yang terdapat di tengah-tengah bagian bawah antara gambar sungai dan petak, melambangkan kegiatan di bidang irigasi yang merupakan salah satu perhatian pokok mengingat Jawa Barat merupakan daerah agraris. Hal ini juga melambangkan dam-dam yang berada di Jawa Barat seperti Waduk Jatiluhur.

Arti warna
Pada lambang Jawa Barat didapati beberapa warna yaitu: hijau, kuning, hitam, biru, merah dan putih. Warna-warna ini memiliki arti khusus.
Warna hijau artinya melambangkan kesuburan dan kemakmuran tanah Jawa Barat. Kuning artinya melambangkan keagungan, kemuliaan dan kekayaan. Hitam artinya melambangkan keteguhan dan keabadian. Biru artinya melambangkan ketentraman atau kedamaian. Merah artinya melambangkan keberanian. Putih artinya melambangkan kemurnian, kesucian atau kejujuran.
Motto Jawa Barat

Motto Jawa Barat 
Gemah Ripah Repeh Rapih, yang merupakan sebuah frasa berasal dari bahasa Sunda. Kata gemah-ripah dan repeh-rapih merupakan kata majemuk yang mempunyai arti sebagai berikut :
Gemah-ripah : subur makmur, cukup sandang dan pangan.
Repeh-rapih : rukun dan damai atau aman sentosa.
Arti bebas dari motto daerah Jawa Barat secara keseluruhan ialah menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang kaya raya dan subur makmur serta didiami oleh banyak penduduk yang hidup rukun dan damai.

Sumber : wikipedia.org dan lain-lain
1. http://cnoeng.blogspot.com/2013/04/macam-macam-operating-system.html
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Microsoft_Windows
3. http://id.wikipedia.org/wiki/DOS
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Oracle_Solaris
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Linux